MI/ARYA MANGGALA
INDUSTRI di Tanah Air harus membantu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) demi meningkatkan daya saing dan nilai tambah ekonomi.
Kemajuan pembangunan bisa tercapai jika Indonesia bisa meningkatkan kekuatan iptek secara mandiri.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan itu dalam orasi ilmiah Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture di Auditorium Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, kemarin.
Menurutnya, saat ini RI masih sebatas memanfaatkan teknologi dari luar.
Dalam jangka panjang, kecenderungan itu akan berdampak negatif dan menyulitkan RI menjadi negara maju.
"Banyak yang tidak sadar Indonesia bisa maju dengan meningkatkan kekuatan iptek. Teknologi dan inovasi jadi pembeda negara maju dan negara yang jalan di tempat," kata dia dalam pidato peringatan hari jadi ke-50 LIPI.
Mantan menteri keuangan itu menambahkan pengembangan teknologi negara-negara maju di Asia seperti Jepang dan Korea Selatan awalnya juga meniru.
Namun, dua negara itu tidak sekadar meniru, tapi mampu berinovasi secara mandiri.
Karena itu, Bambang menekankan iptek dan inovasi harus menjadi garda terdepan pembangunan agar RI tidak terjebak status negara penghasil komoditas semata.
"Presiden Jokowi sudah mengatakan pentingnya inovasi. Kalau kita masih bergantung pada ekspor bahan mentah, jangan harap bisa menjadi negara maju," ujarnya.
Ia juga menyoroti minimnya anggaran riset dan pengembangan (R & D) di Tanah Air. Pembiayaan melalui APBN hanya 0,1% dari total PDB.
Angka itu lebih rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura (2,2%) dan Malaysia (1,2%).
Mengingat rendahnya porsi dana riset, kata Bambang, diperlukan kerja sama lembaga penelitian, swasta, dan pemerintah untuk memperbesar anggaran riset.
Industri bisa menyediakan dana riset dan memproduksi hasil riset secara massal.
Comments
Post a Comment