MI/ADAM DWI
SOSOKNYA mungkin tidak terlalu dikenal para anak muda modern yang tinggal di perkotaan. Namun, namanya justru terkenal di kalangan pecinta kesenian tradisional di dalam maupun luar negeri. Nur Anani M Irman atau lebih dikenal dengan sebutan Nani Topeng Losari ialah penari profesional Tari Topeng Cirebon gaya Losari yang sudah menekuni kesenian tersebut secara turun-menurun dari nenek moyangnya sejak dirinya remaja hingga saat ini. Bagi ibu dua anak tersebut, menari dan memperkenalkan tarian tradisional asal daerahnya ialah kewajiban sebagai penerus generasi ketujuh trah Topeng Losari di era modern yang semakin menggerus kesenian tradisional.
"Kalau berbicara tentang tari, saya generasi penerus dari trah Tari Topeng Losari. Saya generasi ketujuh dari trah Panembahan Losari," ungkap Nani saat ditemui Media Indonesia di sebuah mal di Jakarta Barat, Selasa (25/7). Sebagai seorang penerus trah tari tradisional yang sudah sangat langka, Nani menceritakan dirinya ternyata tanpa disadari sudah dipersiapkan mendiang nenek untuk menjadi penerus sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Garis keturunan penerus Tari Topeng Losari tersebut memang loncat dari neneknya langsung ke dirinya karena ibu Nani tidak berprofesi sebagai seorang penari.
Awalnya Nani juga tidak mengetahui ternyata apa yang ia pelajari ini kemudian menjadi tanggung jawab besar buatnya. Ia baru menyadarinya saat SMP karena dulu pada saat SD dituntut neneknya. "Saya wajib belajar dan mendalami semua hal yang berkaitan dengan ritual Topeng Losari, yang berkaitan dengan Tari Topeng Losari. Pokoknya semua hal yang berkaitan dengan tarian ini," imbuhnya. Tari Topeng Losari memiliki perbedaan dengan tari-tari topeng Cirebon lainnya. Tari Topeng gaya Losari ini merupakan satu-satunya Tari Topeng Cirebon yang masih mempertahankan keauntentikannya sampai saat ini tanpa tersentuh oleh beragam modifikasi.
Mulai kostum yang dikenakan, gerakan, hingga musik pengiringnya semuanya masih asli seperti awal tarian ini diciptakan. Oleh karena itu, penarinya pun harus benar-benar mengikuti beragam ritual dan tahapan yang harus dilewati sebelum menari. Nani melakukan tirakat puasa dari kelas 5 SD hingga semester VIII di bangku kuliah. Ia baru paham bahwa hal yang dianjurkan neneknya saat itu merupakan sebuah kewajiban baginya untuk menuju masa menjelang sebutan sebagai 'dalang topeng'. "Ternyata untuk layak disebut sebagai dalang topeng atau untuk memegang trah dalam topeng itu harus melalui fase ritual yang tidak umum dilakukan penari-penari pada umumnya," lanjut Nani.
Tari Topeng Losari memiliki tiga gerakan yang tidak dimiliki tari topeng yang lain di wilayah Cirebon. Di wilayah Cirebon seorang penari topeng bisa menampilkan lima wanda (karakter), sedangkan untuk penari Topeng Losari tidak bisa seperti itu. Satu penari hanya boleh memainkan satu wanda. "Di Topeng Losari karena lebih ke penokohan dan ritual, satu penari hanya boleh satu wanda karena wanda itu karakter. Untuk memegang satu wanda saja, itu ritualnya tinggi. Jadi tidak boleh satu penari itu memegang dua wanda karena akan memberatkan energi tubuhnya," paparnya.
Mencari dana sendiri
Perempuan yang juga akrab dipanggil Nani Sawitri tersebut melakukan debut perdananya sebagai seorang penari profesional pada 1993 bersama neneknya di New York, Amerika Serikat. Pada saat itu dirinya masih duduk di kelas 1 SMP. Nani mengakui melestarikan kesenian tradisional semacam Tari Topeng Losari bukanlah hal yang mudah, apalagi di era globalisasi saat ini ketika banyak bermunculan kesenian modern yang digandrungi anak-anak muda. Dalam melestarikan Tari Topeng Losari, Nani mengaku dirinya tidak mau menunggu aliran dana bantuan dari pemerintah daerah. Ia selalu mencari cara dan dana sendiri agar tarian ini bisa tetap eksis dan dikenal masyarakat luas.
"Saya sampai detik ini mencari dana sendiri, mencoba untuk Topeng Losari tetap eksis dan banyak dilihat orang itu tanpa bantuan pemerintah daerah sama sekali," ujarnya. Sanggar itu berdiri sendiri, artinya Nani diajari nenek agar bisa mencari jalan tanpa memohon kepada siapa pun dan itu ia lakukan sampai detik ini. "Alhamdulillah sampai detik ini saya masih fight tanpa merepotkan siapa pun. Mungkin di satu sisi di Cirebon, sanggar-sanggar lain punya prinsip bahwa mereka menunggu bola (bantuan dana), tapi saya tidak.
Saya berpikir kalau seniman mau tetap hidup dan dikenal orang, kalau kesenian mau tetap bernyawa dan berenergi, yang paling utama ialah bagaimana mencoba banyak strategi untuk bisa memublikasikan, membangkitkan apa yang kita punya, mencari link sebanyak mungkin agar orang tahu bahwa kita masih kuat berdiri dari generasi ke generasi," paparnya. Nina tahu musuh berkesenian itu adalah masa. Masa neneknya berbeda dengan masa dia.
Dari generasi ke generasi ia konsisten menjaga ini agar tidak hancur hanya karena persoalan globalisasi. "Orang bilang bahwa satu-satunya tari tradisi yang masih mempertahankan pakemnya cuma Topeng Losari. Alhamdulillah orang bisa menilai itu," jelasnya. Bagi Nani, Tari Topeng Losari ialah bagian dari hidupnya yang dicintainya sehingga meski sesulit apa pun rintangan yang dihadapinya akan selalu dinikmati.
Dirinya pun kerap melakukan beragam strategi agar tarian ni bisa tetap eksis. Bahkan saat pementasan pun, mau dibayar atau tidak, dirinya tetap ikhlas menampilkan yang terbaik guna memperkenalkan tarian ini kepada khalayak umum. Nani selalu melakukan banyak hal supaya Topeng Losari tetap bisa pentas meskipun tidak dibayar. Nani selalu mencari link pada komunitas yang membuat event dan tidak pernah malu untuk menawarkan diri, ketika mereka bilang tidak ada dananya.
Baginya itu tidak apa-apa karena ia percaya bahwa rezeki itu datang dari Allah dan kalau niat kita baik insya Allah akan selalu dimudahkan. Itu memang betul. "Topeng Losari itu kan topeng ruwatan yang tujuannya memang ritual di mana pun, bersinergi di mana pun, dan tidak boleh memperkaya diri. Kita berkesenian, ya, total sebagai orang tradisi yang berkesenian tanpa harus berpikir dulu tentang keuntungan. Keuntungan itu akan datang belakangan ketika orang tahu kualitas kita," ungkapnya.
Saat ini pun Nani sedang mempersiapkan dua keponakannya untuk menjadi penerusnya di masa mendatang. Selain itu, dirinya pun saat ini masih eksis mengelola sanggar tari turun-menurun dari nenek moyangnya yang bernama Sanggar Purwa Kencana yang berlokasi di Losari, Kabupaten Cirebon. Jumlah muridnya saat ini sekitar 80 orang yang berasal dari beragam usia dan jenis kelamin. (M-2)
Comments
Post a Comment