Foto : koran jakarta/ones
Oleh Dr Telisa Aulia Falianty
Dalam pidato kenegaraan Bapak Presiden Jokowi pada tanggal 16 Agustus 2017 telah disampaikan nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Dalam pidato tersebut diuraikan fokus RAPBN 2018 seperti efisiensi dan kualitas belanja prioritas. Kemudian, reformasi penerimaan negara, menjaga momentum ekonomi, dan kepercayaan rakyat. RAPBN ingin memberi sinyal, anggaran negara semakin sehat agar ekonomi semakin kuat.
Postur RABPN dilatarbelakangi asumsi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari Outlook 2017 sebesar 5,4 persen. Demikian juga untuk inflasi yang sedikit lebih rendah dari APBN-P 2017 sekitar 3,5 persen. Nilai tukar lebih lemah dari APBN-P 2017 pada posisi 13.500. Selain itu, lifting minyak diprediksikan turun di kisaran 800 ribu barel/hari dan lifting gas naik menjadi 1.200 barel/hari.
Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) diprediksikan menjadi 5,3 persen. Mengenai pertumbuhan 5,4 persen, rasanya ini sangat optimistis. Sebab pemulihan ekonomi global masih berlangsung lambat. Apalagi perekonomian domestik tidak terlalu mendukung asumsi ini dan malahan bisa mempersulit pencapaian tersebut. Meskipun angka ini bukan mustahil dicapai, perlu business as usual dan kerja yang sangat keras.
Fokus pemerintah pada pemerataan juga menjadikan pertumbuhan semakin tidak mudah. Penghalang lain adalah risiko proteksionisme global, harga komoditas yang diprediksikan masih stagnan, penguatan dollar AS dan kenaikan Fed Fund Rate. Kemudian, risiko keamanan dan geopolitik pun memperberat pencapaian target. Risiko tersebut memang sebagian sudah tecermin dari kenaikan suku bunga SPN dan lebih lemahnya asumsi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Pertama, dari sisi belanja, pengeluaran diarahkan untuk lebih berkualitas dengan melanjutkan efisiensi. Tetap konsisten untuk mengutamakan belanja infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial. Pemerintah akan berusaha memperbaiki perencanaan dengan berbasis kinerja. Rezim juga mengeifisienkan belanja operasional dan proses pelelangan yang lebih awal.
Salah satu yang menarik adalah moratorium gaji PNS, meski uang lauk pauk TNI/Polri naik. Tingginya beban belanja rutin dari sisi gaji, menyebabkan keputusan moratorium gaji PNS di 2018 cukup bijak. Sejalan dengan ini diharapkan pemerintah daerah pun dapat satu langkah dengan pengetatan yang dilakukan oleh pusat dalam belanja gaji PNS.
Selama ini, Dana Alokasi Umum yang merupakan transfer dari pusat, mayoritas untuk membiayai belanja gaji PNS di daerah. Selama ini belanja di pusat sudah sangat ketat, namun kadangkala berbeda trennya di beberapa daerah. Pusat dan daerah harus konsistensi dalam kebijakan ini.
Di tengah konsistensi untuk menjaga anggaran pendidikan tetap 20 persen dan kesehatan 5 persen, belanja transfer ke daerah dikurangi guna meningkatkan efisiensi belanja daerah. Kenyataan tingginya Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) daerah menjadikan pentingnya untuk meninjau kembali besaran dan prioritas dana transfer ini.
Kedua, dari sisi penerimaan negara, pajak terus ditingkatkan. Target pajak meningkat di kisaran 9,2 persen dibanding Outlook 2017. Banyak pandangan cukup pesimis dengan target yang dinilai terlalu ambisius. Memang target penerimaan yang tinggi diperlukan untuk menjaga kesehatan APBN, menjaga defisit sesuai tingkat aman, serta mengurangi pembiayaan utang.
Beberapa argumen pemerintah tentang optimisme di sektor penerimaan perpajakan adalah automatic exchange of information, sistem informasi perpajakan, kepatuhan wajib pajak, insentif perpajakan, serta peningkatan SDM, pelayanan, dan perbaikan regulasi. Meskipun demikian, harus senantiasa diingat bahwa sejarah banyak mencatat target hanya tercapai 80–85 persesn. Melesetnya penerimaan pemerintah dapat menjadi masalah karena akan memotong anggaran di tengah tahun. Ini bisa mengganggu kinerja belanja.
Kenaikan target pajak juga menjadi perhatian dunia usaha dan diharapkan sejalan dengan peningkatan kualitas layanan publik serta tidak mengganggu iklim usaha. Pebisnis juga mengharapkan agar pemerintah lebih fokus pada intensifikasi pajak daripada ekstensifikasi. Lesunya sektor perdagangan, ritel, serta industri pengolahan (berdasarkan realisasi pertumbuhan kuartal 2 tahun 2017) menjadi tantangan juga pencapaian target pajak.
Postur RAPBN yang sehat dalam poin ketiga ditunjukkan dengan penerbitan SBN neto yang turun dari Outlook 2017. Keseimbangan primer yang semula -144,3 triliun menurut Outlook 2017 akan diperbaiki ke angka -78,4 triliun. Defisit anggaran yang semula di Outlook 2017 sebesar 362,9 triliun akan diturunkan ke 325,9 triliun.
Turunkan Risiko
Defisit anggaran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi turun di 2,19 persen. Ini menunjukkan komitmen pemerintah menurunkan rasio defisit anggaran terhadap PDB yang aman. Sebagai informasi tambahan, realisasi defisit anggaran terhadap PDB pada semester 1 tahun 2017 sebesar 1,29 persen. Realisasi penerbitan SBN di periode yang sama juga turun 23,3 persen dari semester 1 tahun 2016. Angka-angka realisasi tersebut memberi harapan, angka yang dipasang di RAPBN 2018 terkait defisit dan pembiayaan menjadi lebih feasible tercapai.
RAPBN 2018 dapat dinilai merupakan bentuk usaha pemerintah menjawab berbagai tantangan global dan domestik. RAPBN di satu sisi cenderung konservatif belanja dan pembiayaan, superoptimistis dari sisi target pertumbuhan ekonomi dan pajak. Upaya ini tetap perlu diapresiasi dan dukung. Sebagai warga negara kesadaran membayar pajak sangatlah penting.
Kesadaran ini harus didorong sebagai bentuk partisipasi membangun negara. Bukan hanya ditekankan aspek kewajiban dan punishment, namun juga kesadaran dan reward. Perlu penghargaan dan apresiasi kepada para pembayar pajak.
Membuat suatu komposisi atau susunan dari RAPBN termasuk sebuah seni yang membutuhkan keahlian super. Mereka harus mengotak-atik angka-angka untuk mencapai target-target ekonomi. Mereka juga harus mencari bentuk agar efek multiplier perekonomian bisa optimal dan berkelanjutan. Memilih angka-angka optimal dengan lingkungan yang semakin berat membutuhkan analisis akurat dan kemampuan forward looking.
Membagikan kue APBN sesuai fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi adalah tugas maha berat. Dalam kondisi fiscal space yang terbatas, usaha ini perlu diapresiasi. Dengan komposisi baru RAPBN diharapkan menjadi pemantik ekonomi masyarakat dan swasta tumbuh lebih baik. Akhirnya dapat mengurangi ketimpangan, baik antarkelompok pendapatan maupun antarwilayah.
Penulis Ketua Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik FE dan Bisnis UI
Comments
Post a Comment