Laporan Wartawan Tribun Jabar, Theofilus Richard
TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG – Bentuk sebuah museum tidak selalu berupa gedung besar berisi artefak atau konten bersejarah.
Itulah yang dikatakan Mufid Sururi, inisiator Museum Kaki Lima kepada Tribun Jabar.
“Salah satu tujuan museum adalah membuka peluang berkolaborasi. Konsep museum adalah membuat koleksi dengan yang kita buat. Konsep museum tidak harus dengan bangunan permanen, tapi bisa fleksibel, digelar di pinggir jalan juga ayo,” ujarnya ketika ditemui di Pameran ‘Hidden Treasure : Daluang, Fuya, dan Tapa’, Museum Sri Baduga, Bandung, Rabu (6/9/2017).
Museum Kaki Lima hampir setiap hari membuka lapak di dekat Curug Dago, Bandung.
Kegiatan museum ini adalah memamerkan beberapa barang kerajinan yang dibuat Mufid Sururi.
Terbongkarnya Watak Asli Indria Kameswari oleh Atasan yang Bertolak Belakang dengan Pernyataan Ini https://t.co/jIrord6cad via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) September 7, 2017
Ide membuat Museum Kaki Lima ini muncul setelah Mufid Sururi diundang menggelar workshop di Museum Tekstil, Jakarta pada 2006 silam.
Sejak 2006 ia fokus pada pemanfaatan karya dari kertas daluang.
Kertas daluang adalah kertas yang dibuat berbahan dasar serat kulit kayu pohon saeh.
Penulis: Theofilus Richard Editor: Jannisha Rosmana Dewi Sumber: Tribun JabarIa ingin menghidupkan kembali budaya pemanfaatkan kertas daluang yang sempat mati.
Awalnya, ia mencoba berbagai macam teknik untuk membuat kertas daluang yang baik.
Berbagai percobaan dilakukakannya karena ia mengaku kesulitan mencari informasi mengenai kertas daluang.
“Sebelumnya membuat dengan teknik bubur itu, yang disaring, daur ulang terus bahan-bahan dari serat alam lain. Tekniknya terinspirasi dari teknik membuat kertas di Jepang,” ujarnya.
Kemudian, setelah tidak menggunakan teknik itu, ia pun menggunakan teknik lain.
Yaitu dengan cara merendam serat kulit kayu, kemudian memukul serat kulit kayu pohon, dan dijemur.
Berkolaborasi dengan seniman luar negeri
Selain membuka lapak, Museum Kaki Lima juga pernah berkolaborasi dengan seniman dari luar kota dan seniman dari luar negeri.
Mufid pernah bekerja sama dengan seniman dalam negeri dari Sidoarjo, Surabaya, Jakarta, dan lain-lain.
Terakhir, ia pun sempat bekerja sama dengan seniman dari Rusia.
“Itu bahannya dari pohon saeh juga, saya bikin material kemudian ada respon seniman luar,” ujarnya.
Meski beberapa kali dibantu temannya, hampir setiap hari hanya Mufid yang aktif di Museum Kaki Lima.
Ke depannya, ia bercita-cita ingin membuat beragam inovasi untuk memperluas pemanfaatan kertas daluang.
Penulis: Theofilus Richard Editor: Jannisha Rosmana Dewi Sumber: Tribun Jabar
Comments
Post a Comment