- Irma Irmaya Pratiwi, 24, menekuni usaha kreatif mengubah daun menjadi sebuah karya seni. Di tangan perempuan lajang warga Balikpapan Kaltim ini, sehelai daun bisa diukir menjadi “gambar” yang unik.
Menampilkan berbagai siluet yang diukir pada sehelai daun, gambar-gambarnya bisa bermacam-macam. Logo, sketsa wajah, hingga pemandangan alam.
Ketika Kaltim Post (Jawa Pos Group) bertandang ke rumahnya di kawasan Perumahan Sepinggan Baru beberapa hari lalu, Irma sedang membuat sketsa berbentuk wajah harimau.
Irma mengaku terinspirasi dari seniman terkenal dunia keturunan Iran bernama Omid Asadi. Dia mengatakan, seni ukir daun merupakan hal baru dan belum begitu booming di Indonesia. Seperti halnya sang idola, awalnya, Irma berpikir untuk membuat sebuah karya yang berbeda dan sesuai kemampuan.
“Saya memang suka menggambar dari kecil. Tapi, sudah banyak seniman lukis atau gambar di luar sana yang lebih andal. Pengin sesuatu yang berbeda, dari situ coba-coba dan tertarik dengan seni ukir daun ini,” ujar perempuan berhijab itu.
Irma mengatakan, hampir semua daun berbentuk lebar bisa digunakan. Namun, untuk karya usaha kreatif yang ditekuninya, Irma lebih sering menggunakan daun jenis waru dan jati. Selain bentuk, daun jenis ini mudah ditemukan di sekitar rumahnya.
“Daun yang digunakan harus masih segar. Bukan daun kering. Daun segar lebih mudah dibentuk ketika diukir,” katanya.
Bereksperimen dengan aneka daun yang dikumpulkan, dia pun mengaku berulang kali gagal ketika pertama kali mencoba. Hingga akhirnya, berhasil membuat gambar kupu-kupu. Kini, tangannya pun kian terbiasa saat mengukir.
Pengerjaan dimulai dengan menggambar sketsa di kertas HVS, lalu ia menumpuk kertas dan daun di atas trace light box atau meja khusus gambar dengan lampu LED yang dibuat sendiri. Ia pun mulai mengukir secara perlahan, menyesuaikan sketsa.
Ukiran yang dibuat membutuhkan waktu selama dua sampai tiga hari. Sebelum masuk proses pengawetan, ia menggunakan larutan gliserol bercampur air dengan perbandingan 1:2. Daun yang telah diukir direndam selama seminggu.
Kemudian memasuki tahap pengeringan, kurang lebih selama 2-3 jam di bawah sinar matahari. Daun disetrika dan dipres menggunakan buku. Barulah setelah itu daun dibingkai menggunakan frame. “
anyak masukan dan motivasi dari orang-orang yang mendukung saya. Kebanyakan bukan berasal dari Indonesia tapi luar negeri. Karena seni ukir daun memang belum familiar di sini (Indonesia),” tutur Irma.
Karyanya memang belum dikenal luas. Tapi, ia merasa bersyukur beberapa orang pernah memesan dan merasa puas dengan hasil buatannya.
Perempuan yang bekerja sebagai admin di Depo Jaya Sepinggan ini, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, yang coba membantu perekonomian keluarga. Pundi-pundi penghasilan, baik gaji maupun hasil penjualan ukir daun diserahkan kepada sang ibu, Sutriyati.
Dia pun menilai, seni ukir daun ini mampu menjadi peluang tambahan penghasilan keluarga di luar pekerjaannya. Setiap karya yang dipesan dipatok dengan harga Rp 150 ribu. Sebulan, ia membatasi empat slot pemesanan, karena dalam pengerjaannya butuh waktu yang tidak sebentar.
Apalagi bila membuat siluet wajah. Berbeda dengan sketsa hewan ataupun anime, siluet wajah memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi. Butuh ketelitian agar bisa mendapatkan mimik wajah sesuai foto yang diminta.
“Membaca serat daun terlebih dulu sebelum diukir. Itu merupakan perkara tidak mudah, sebab bila salah gambar, bisa saja terpotong atau gagal,” kata alumnus SMA 2 dan SMP 1 Balikpapan ini.
Saat ini, Irma tengah mencoba mencari cara dalam pemasaran hasil karyanya. (*/lil/one/k15)
Berita Terkait
Comments
Post a Comment