- Sejak duduk di bangku Taman Kanak-Kanak, Hana Alfikih (26) merasa dirinya berbeda. Ia kerap berhalusinasi. Keadaan ini makin parah ketika ia beranjak remaja.
Akibat halusinasi yang dialaminya, Hana sulit mencerna pelajaran di sekolah. Ditambah lagi, Hana merasa orang terdekatnya kurang memahaminya.
"Setiap aku depresi, mereka (orang tua) menyangkal. Mereka bilang, 'Ah kamu tuh enggak apa-apa, itu cuma perasaan kamu saja.' Padahal ketika aku depresi, kalimat yang aku butuhkan adalah 'kamu kenapa sih Nak,'" kenang dia.
Merasa tak nyaman berada di rumah, Hana lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Hal ini membuatnya dilabeli sebagai anak nakal oleh orang tuanya.
Hubungan dengan keluarganya juga semakin tegang. Keadaan ini memperparah kondisi Hana. Ia berusaha mencari informasi tentang kondisi yang dialaminya.
"Awalnya aku cari di internet, kenapa aku depresi berhari-hari, nangis tanpa sebab, menyakiti diri sendiri dan terus berhalusinasi. Tapi aku enggak dapat jawabannya," ujar wanita yang mengaku kini keluarganya telah memahami kondisinya.
Hingga di tahun 2010, Hana didiagnosis menderita bipolar.
Usai divonis Bipolar, Hana mengalami depresi berat. Ia sempat mengalami overdosis obat anti psikotik. Setelah pulih, pada tahun 2012, Hana bangkit. Hana memantapkan hati untuk berkarya dan bersuara.
"Di situ jadi titik balik aku. Aku sudah capek banget. Aku putuskan aku harus melakukan sesuatu," cerita wanita yang menjalani gaya hidup vegan sejak 4 tahun lalu untuk membantu gangguan bipolarnya ini.
Hana akhirnya mulai hidup baru dengan menyeriusi bidang seni.
(yuri / gur)
Comments
Post a Comment