, Obrolan para desainer grafis pagi itu mengingatkan saya beberapa hal yang diulas dalam pelatihan infografis Jawa Pos Group. Siswoyo, koordinator pelatihan, memaparkan beberapa kendala, di antaranya pertama, faktor reporter dan redakturnya. Dari kurang peduli hingga miskin ide akan konsep perwajahan halaman.
Amrullah Ahmad, Surabaya
YANG tak kalah parahnya lagi bila reporter memberikan data, tapi sudah mepet deadline. Redaktur bisa waswas karena menyangkut waktu yang tersisa, layouter juga bingung seberapa besar space yang diperlukan di halaman untuk ukuran infografis tersebut.
“Apalagi desainer grafisnya, pasti kelimpungan memikirkan ide dan penataannya,” jelas pria asal Blitar ini.
Yang kedua, lanjutnya, faktor desainer grafis itu sendiri. Ada yang SDM-nya memang kurang. Baik dari sisi keterbatasan jumlah orangnya maupun sisi kemampuan yang dimiliki. Juga karena malas belajar dan update ilmu desain. Terkadang pula kurang memperkaya diri dengan pengetahuan umum di luar ilmu desain.
Solusinya, banyak baca buku atau menonton berita. Wawasan yang luas tentu akan sangat membantu saat berhadapan dengan bahan grafis yang berhubungan dengan apa yang sudah diketahuinya. “Jadi, mudah membayangkannya, akan dibuat bagaimana dan jadi seperti apa,” terang Agung Kurniawan, koordinator desain grafis Jawa Pos itu menimpali sebelum mentor, Erie Dini dan Herlambang memberikan materi pelatihan.
Kembali pada obrolan kami tadi di home stay, sempitnya waktu yang disediakan untuk pembuatan infografis juga berpotensi membuat desainernya melakukan upaya copy-paste saja. Lazarus, ilustrator Radar Tarakan mengatakan, bila sudah mepet, dia menyiasatinya menggunakan file lama. Ambil yang sesuai saja agar tetap terlihat masih berhubungan.
Misalnya infografis kecelakaan. Karena waktu yang sempit, ambil gambar mobil yang sudah pernah dibikin. Copy lalu paste. “Syukur-syukur kalau variannya sama, jadi tinggal ganti warna,” ujarnya.
“Tapi, bila beda jenis, semisal antara sedan dengan minibus, ya mau tak mau bikin baru,” sela Reza Fairus Abadi. “Yoi, bro,” jawab Lazarus menanggapi komentar desainer grafis Radar Banyuwangi tadi sambil tersenyum.
Alwik dari Radar Tulungagung merasa yang perlu dibenahi adalah masalah komunikasi. “Reporter bisa menyampaikan data lebih dulu pada desainer via WA atau BBM ‘kan, sehingga desainer sedikit banyaknya punya gambaran lebih dulu,” katanya.
“Saya setuju, yang penting lagi inisiatif kita sendiri,” seru Lasmin dari Cenderawasih Pos mengamini. Lelaki yang juga layouter halaman utama itu mengaku tak jarang dia harus turun sendiri ke lapangan untuk melihat langsung objeknya agar memudahkan dia memvisualkannya.
Hal yang sama rupanya juga dilakukan Andhi Wirasetya. Dia mencontohkan saat dirinya menggarap infografis Topeng Malangan. Dia turun memotret sendiri berbagai macam topeng dan peralatan pembuatannya. Lelaki asal Batu, Malang itu rela beberapa kali menelepon orang yang dianggapnya paham dengan objek tersebut untuk mendapatkan data yang lebih akurat. (kri/k11/bersambung)
Comments
Post a Comment