Kulon Progo (Antaranews Jogja) - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak membuat skenario rumah relokasi bagi warga penolak pembangunan New Yogyakarta International Airport, khususnya warga yang ganti rugi-nya tidak cukup untuk membangun rumah.
"Pemkab Kulon Progo tidak menyiapkan skenario rumah relokasi, tapi menyiapkan hunian sementara," kata Asisten II Sekretariat Daerah Kulon Progo Sukoco di Kulon Progo, Senin.
Terdapat sekitar 37 rumah dengan sekitar 107 jiwa warga terdampak yang masih menolak pembangunan bandara dan bertahan tinggal di dalam areal izin penetapan lokasi (IPL) megaproyek tersebut. Sekitar 20 rumah di antaranya teridentifikasi sebagai warga kurang mampu secara ekonomi dan tidak punya tempat tinggal lain.
Di sisi lain, surat peringatan ketiga (SPIII) pengosongan lahan untuk keseluruhan bidang tanah yang akan digunakan untuk proyek tersebut telah dilayangkan PT Angkasa Pura I seluruhnya.
Selanjutnya, pemrakarsa pembangunan NYIA tersebut akan melakukan pengosongan lahan dan otomatis harus menggusur warga.
Sukoco mengaku pemkab menunggu situasi di tingkat masyarakat tenang terlebih dahulu, kemudian akan ditanya keinginan warga terkait rumah hunian.
"Saat ini, kalau mereka ditanya, kemauanmu apa, tidak dijawab. Sehingga, kami tidak mungkin menyiapkan rumah relokasi. Secara hukum, pemkab akan salah menyiapkan hunian kalau orangnya tidak jelas dan tidak pasti," katanya.
Menurut Sucoko, satu-satunya opsi yang tersedia hanya rumah susun sederhana sewa (rusunawa) sebagai hunian sementara untuk menampung warga tersebut jika eksekusi pengosongan lahan dilakukan.
Kapasitas rusun yang ada dianggap cukup untuk menampung golongan warga kurang mampu.
Sukoco menyebutkan, rusunawa yang berdiri di Triharjo, Wates, sudah layak untuk menjadi hunian sementara dengan kelengkapan fasilitasnya.?
Rusunawa ini memiliki hampir 200 kamar dalam dua gedungnya yang masing-masing berlantai lima tersebut. Tiap lantai ada sekitar 24 kamar. Dari jumlah kamar yang tersedia, baru sekitar 80 unit yang berpenghuni sehingga masih cukup ruang tersedia untuk menampung warga terdampak bandara.
"Tentu kami siapkan hunian sementara untuk warga yang masih menolak. Namun hanya rusunawa itu opsi terbaiknya, tidak ada opsi lain," kata Sukoco.
Meski masih ada lima unit rumah di kompleks hunian relokasi magersari Kedundang yang belum ada calon penghuninya, kata Sukoco, hal itu tidak bisa serta merta digunakan sebagai hunian sementara untuk warga penolak karena masih ada daftar panjang warga terdampak yang belum terakomodasi sebagai calon penghuni relokasi magersari karena terbatasnya unit rumah tersedia termasuk sebagian warga mantan penolak bandara anggota Wahana Tri Tunggal (WTT) yang menunggu kepastian untuk bisa mendapatkan rumah magersari.
"Dulu saat dibuka pendaftaran, mereka tidak mau mendaftar dan terus menolak. Pembangunan rumah hunian, kami prioritaskan eks WTT," kata Sukoco.
Sebelumnya, PT Angkasa Pura I siap menyewakan rumah hunian terhadap 20 jiwa penolak pembangunan NYIA yang masih bertahan di area izin penetapan lokasi bandara.
Juru Bicara Proyek Pembangunan NYIA Agus Pandu Purnama mengatakan dari 37 rumah dengan sekitar 105 jiwa yang masih menolak dan bertahan tinggal dalam area Izin Penetapan Lokasi (IPL) pembangunan bandara NYIA, ada 20 rumah yang warganya diketahui tidak memiliki tempat untuk dihuni atau ditumpangi sama sekali.
"Kami siap menyewakan rumah untuk warga ini dengan biaya dari kami. Saat ini kami sedang mencari rumah didekat sana," kata Agus.
Ia mengatakan penyediaan hunian sementara dipandang sebagai solusi terdekat dalam upaya pengosongan lahan pembangunan NYIA. Selama tiga bulan pertama hingga warga bersangkutan bisa membangun atau mendapatkan hunian permanen kembali dengan kompensasi ganti rugi pembebasan lahan yang diterima.
"Besaran rumah sewa itu akan disesuaikan dengan jumlah jiwa dalam satu keluarga warga," katanya.
(U.KR-STR)
Comments
Post a Comment