Arapaima Gigas. Wikipedia.org
TEMPO.CO, Bogor - Dosen Departemen Manajemen Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Mukhlis Kamal, mengingatkan bahaya ikan Arapaima gigas bila masuk ke perairan tawar Indonesia.
"Karena habitat aslinya adalah perairan tropis sehingga akan sangat adaptif di perairan Indonesia yang juga beriklim tropis," kata Mukhlis, di Bogor, Jumat.
Ia menjelaskan, ikan Arapaima gigas memiliki habitat asli adalah daerah aliran sungai (DA) Amazon, Amerika Selatan. Memiliki ukuran tubuh besar dibanding ikan tawar lainnya, menjadi kompetitor ruang bagi ikan-ikan lainnya.
"Mulutnya yang besar serta gigi yang besar dan tajam dapat dipastikan ikan ini termasuk predator yang akan memakan semua jenis ikan," katanya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, potensi reproduksi ikan Arapaima juga tinggi, sekali bertelur bisa mencapai 10-20 ribu butir. Bahkan, memiliki kemampuan hidup dalam lingkungan perairan yang kekurangan oksigen.
Selain bernapas dengan insang, lanjutnya, ikan Arapaima juga memiliki kemampuan benapas menggunakan organ lain seperti paru-paru yang merupakan transformasi dari gelembung gas.
Menurutnya, penduduk asli di wilayah DAS Amazon menyebut ikan ini dengan sebutan pirarucu yang berarti ikan merah (pira=ikan, rucu=merah). "Ikan ini menjadi sumber protein hewan dari perairan tawar dari kegiatan budidaya," katanya.
Ia mengatakan, ikan ini masuk ke Indonesia untuk dipelihara di akuarium atau kolam, menjadi daya tarik pengunjung di lokasi wisata. Ikan tersebut menjadi sangat menarik, karena menjadi ikan air tawar terbesar di dunia. Panjangnya dapat mencapai tiga meter.
Karena ukurannya yang besar, dan bukan ikan asli Indonesia, ikan tersebut tidak memiliki pemangsa (predator) alami di alam. Hal itu menjadi pertimbangan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Peraturan Menteri KP No 41/2014 untuk melarang ikan tersebut masuk ke Indonesia.
"Ikan Arapaima gigas termasuk salah satu jenis ikan invasif yang dilarang masuk ke Indonesia," kata Mukhlis.
ANTARA
Comments
Post a Comment