Bangsa ini kembali berduka dengan jatuhnya pesawat Lion JT-610. Pesawat yang mestinya terbang dari Soekarno Hatta ke (barat) Pangkalpinang ini malah belok ke timur dan akhirnya jatuh di Pantai Karawang, Jawa Barat. Sampai kini, para petugas pencarian dan penyelamatan (SAR) belum mampu menemukan badan pesawat yang baru mulai terbang Agustus lalu itu.
Para relawan baru menemukan puing-puing dari sebagian barang-barang yang diduga milik penumpang Lion Air. Pesawat tersebut baru terbang 800 jam, termasuk jenis baru dan tercanggih di kelasnya, Boeing 737 MAX 8. Pesawat mengangkut 189 penumpang, termasuk awak.
Lion JT610 diterbangkan pilot senior Bhavye Suneja dengan enam ribu jam terbang. Prosedur air traffic control (ATC) sejak lepas landas juga normal. Hanya beberapa menit setelah lepas landas, pilot minta return to base (kembali ke Soekarno Hatta). Namun karena kejauhan, pilot juga sempat minta mendarat di Halim Perdanakusuma. Namun, tak berapa lama kemudian hilang dari radar. Boeing 737 MAX 8 didesain sebagai pesawat paling efisien bahan bakar daripada generasi sebelumnya B373 NG.
Pertanyaan yang terus melingkupi kejatuhan Lion JT-610 ini, antara lain, adakah unsur kecerobohan dari entah siapa pun yang ceroboh atas kejadian ini? Sebab malam menjelang jatuh, pesawat ini sudah bermasalah di Bali. Pesawat harus berangkat dari Ngurah Rai Denpasar menuju Soekarno Hatta (Minggu, 28/10). Dari cerita yang dikumpulkan, tampak bahwa di Bali pun, pesawat sudah “mengkhawatirkan” karena beberapa langkah yang penuh tanda tanya.
Di antaranya, pesawat delay, walau ini sudah biasa, mestinya terbang dari Ngurah Rai pukul 18.15 WITA (Minggu (28/10). Tapi, pesawat baru datang pukul 19.30 WITA. Penumpang diminta naik pesawat. Tetapi 30 menit kemudian pendingin udara harus diperbaiki. Beberapa waktu kemudian pesawat bergerak. Namun baru beberapa meter bergerak, pesawat tiba-tiba berhenti. Sempat dicek oleh awak kabin. Pesawat lalu kembali ke apron. Setelah di dalam pesawat selama 30 menit, para penumpang kembali keluar karena di dalam sangat panas.
Saat akhirnya lepas landas, diceritakan pula, ada yang tidak beres. Mesinnya seperti mati, nyala, mati, nyala. Yang menjelaskan pesawat dalam kondisi tidak wajar adalah ungkapan pilot William Martinus yang mengatakan pesawat dengan nomor penerbangan JT 043 itu harusnya kembali ke Ngurah Rai, tetapi dia nekat lanjut ke Soekarno Hatta. Untung saja pesawat mendarat dengan selamat di Cengkareng.
Kondisi yang sudah begitu “genting” di Bali, mengapa juga tetap terbang ke Jakarta, untung saja selamat. Tapi mengapa juga masih terbang pada pagi hari. Adakah pihak-pihak yang ceroboh dalam kasus ini? Tentu persoalannya tidak sederhana karena pesawat di Bali saja sudah “maju mundur” seperti itu. Harusnya, kalau mementingkan keselamatan, tidak mudah memutuskan untuk menerbangkan pesawat tersebut.
Ya, manajemen mengatakan semua tidak masalah menjelang Lion JT 610 terbang ke Pangkalpindang. Pesawat dikatakan laik terbang. Presiden Lion Air Group, Edward Sirait, mengakui, penerbangan dari Denpasar dilaporkan mengalami kendala teknis. Namun, dia mengeklaim masalah teknis sudah ditangani teknisi dari pabrik pesawat.
Bisa diduga, perbaikannya tidak sempurna, karena baru beberapa menit terbang pada pagi harinya, pilot langsung minta kembali ke Bandara Soekarno Hatta (RTB) dan akhirnya jatuh di laut Karawang. Semoga cepat ditemukan badan pesawat dan kotak hitam agar masalahnya segera terungkap.
Comments
Post a Comment