Dok KLHK
THE United Nations (UN) reports significant progress on the 2018 Sustainable Development Goals (SDGs) three years after its implementation. One of them is the improvement of public access to electricity throughout the world.
Nevertheless, improvement can still be made on other goals, such as social and environment, among other crucial goals. Countries, including Indonesia, are targeted to achieve 17 sustainable development goals, comprising of 169 targets and 241 indicators, for the next 12 years or by 2030. It is the world’s joint commitment.
The government, as the main driver to achieve these goals, requires the collaboration and support from all stakeholders industries (private sector/business), media, communities, non-governmental organizations, academics, and other parties. Charles Vincent of PwC Consulting Indonesia said common responsibility and trust are keys for the collaboration to make impacts.
One of the stakeholders to achieve SDGs targets is the business world as included in the 2017 Presidential Regulation No.59, Article 1, Clause 10, on Sustainable Development Goals.
Furthermore, Jane Nelson, Beth Jenkins and Richard Gilbert, in their book Building Blocks Success At Scale stated that companies could contribute to SDGs through three layers: business core, social investment and public policy advocacy.
The core business is related to how companies internalize non-profit factors, which most of the time has been considered as externalities, such as social and environmental impacts (compliance). Going further than that is social investment (beyond compliance), activities outside of the core business that aims to enhance social entrepreneurship. Finally, public policy advocacy (extra-beyond compliance), is the business world’s contribution to improve public policy management.
Jalal, a CSR advocate, said that to dedicatedly contribute to SDGs, companies must change its business core. This is in relation to the Ministry’s Program for Pollution Control, Evaluation, and Rating, or PROPER, which already incorporated the three layers.
PROPER ratings are categorized based on five colors: Black, Red, Blue, Green, and Gold. A company is considered in compliance with environmental regulation will be given the Blue rating. If they go beyond compliance, they will receive the Green rating.
“This is the phase when (a company’s) environmental conservation is based on environmental management system, and then followed by empowerment programs to encourage communities to protect the environment,” said Jalal.
The top rating is Gold, which requires the companies to be consistent in their environmental excellence, ethical business and social responsibility.
Achieving harmony
To realize the SDG targets there are three things that need to be considered the challenges of sustainable development goals, the objectives of sustainable development goals for businesses, contributions from companies, and the tie-in between achieving the SDG goals with other objectives.
These considerations are connected to the current business-as-usual achievements so that companies can set up an achievement matrix. Then to optimize them in order to achieve the SDGs.
The harmony between SDG achievements and core business is the key which is the implementation of environmental management system on the production of goods and service activities.
Companies that already implemented extra-activities in the form of corporate social responsibility such as community empowerment, can extend the matrix in order to identify with SDGs targets.
These phases are in line with the companies’ sustainable management sequence, as being represented by the five colors of PROPER.
If the criteria of PROPER are compared to the indicators of the 17 Sustainable Development Goals, it can be seen that they intertwine. The concept of sustainable development between PROPER and SDGs are in harmony.
To significantly achieve the targets of SDGs, companies can focus on high value activities, such as community empowerment activities to push social entrepreneurship, which is eligible for the Gold rating in PROPER.
These activities are related to Goal 16 of the SDG, which underlines inclusivity and peace for sustainable development. Providing access to justice for all, effective, accountability and inclusive institutional development.
At this level, the achievements can go simultaneously with other targets, such as poverty reduction, nutrition improvement, people’s welfare improvement, education, gender equality, clean water access, renewable energy and partnership for sustainable development.
For example, community development at the social entrepreneurship level is encouraged to achieve multi-goals, such as wealth creation for communities, social innovation missions for the social structure and raising environmental awareness.
The next step is to link the targets and achievements to SDGs derivative indicators established by the government, which is also internationally applicable. This will be relevant especially for multinational companies. (S4-25)
Proper Berkelindan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
LAPORAN pencapaian SDGs (Sustainable Development Goals) pada 2018 yang disusun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa sejumlah kemajuan dicapai dalam tiga tahun implementasinya. Salah satu yang dicapai ialah peningkatan akses masyarakat terhadap energi listrik di seluruh dunia.
Walaupun begitu, perlu optimalisasi karena masih banyak target di bidang sosial, lingkungan, dan tujuan krusial lain yang belum diraih. Negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, memiliki waktu sekitar 12 tahun ke depan (2030) untuk mencapai 17 tujuan pembangunan berkelanjutan berikut 169 target serta 241 indikator. Itu merupakan satu kesatuan yang menjadi komitmen bersama.
Pemerintah sebagai penggerak utama pencapaian tujuan SDGs memerlukan kolaborasi dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, yaitu industri (sektor swasta/bisnis), media, masyarakat, LSM, lembaga pendidikan, dan para pihak berkepentingan. Menurut Charles Vincent dari PwC Consulting Indonesia, tanggung jawab bersama dan kepercayaan menjadi kunci dalam kolaborasi untuk memberikan dampak.
Salah satu pemangku kepentingan dalam pencapaian SDGs ialah dunia usaha yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Lebih jauh Jane Nelson, Beth Jenkins, dan Richard Gilbert dalam buku Building Blocks Success At Scale menyebutkan perusahaan dapat berkontribusi kepada SDGs melalui tiga lapisan, yaitu bisnis inti, investasi sosial, dan advokasi kebijakan publik.
Bisnis inti terkait dengan perusahaan menginternalisasi faktor nonprofit yang selama ini dipandang sebagai eksternalitas, yaitu dampak sosial dan lingkungan (compliance). Investasi sosial (beyond compliance) merupakan aktivitas di luar bisnis inti yang bertujuan menumbuhkan social entrepreneurship. Advokasi kebijakan publik (extra-beyond compliance) merupakan kontribusi dunia bisnis untuk perbaikan tata kelola kebijakan publik.
Menurut seorang advokat CSR, Jalal, untuk berkontribusi secara menyeluruh pada SDGs, perusahaan harus mengubah bisnis inti terlebih dahulu. Jika dikaitkan dengan pemeringkatan kinerja lingkungan, yaitu Program Penilaian Peringkat Perusahaan (Proper) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hierarki pada Proper telah sejalan dengan tiga lapisan itu.
Proper dikategorisasikan melalui perwujudan lima warna, yaitu hitam, merah, biru, hijau, dan emas. Lini pertama terwujud ketika perusahaan meraih peringkat Proper biru, yakni perusahaan patuh terhadap ketentuan-ketentuan pengelolaan dampak lingkungan. Proper hijau merupakan tahapan lepas landas dari compliance menuju beyond compliance. “Ini saat konservasi lingkungan hidup dilandasi sistem manajemen lingkungan yang disertai dengan program pemberdayaan untuk menggerakkan masyarakat agar peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup,” ujar Jalal.
Puncak peringkat yaitu emas (beyond compliance) menuntut perusahaan untuk konsisten dalam menjalankan environmental excellency, ethical business, dan tanggung jawab kepada masyarakat.
Keselarasan
Untuk mewujudkan SDGs terdapat tiga pertimbangan pokok yang harus dijawab, yaitu tantangan di setiap tujuan pembangunan berkelanjutan, alasan tujuan pembangunan berkelanjutan penting terhadap bisnis dan yang dapat dilakukan perusahaan, serta hubungan dari pencapaian suatu tujuan pembangunan berkelanjutan dengan tujuan lain sehingga dapat dicari kemungkinan pencapaian secara simultan.
Pertimbangan itu terkait dengan yang sudah dicapai pada current business as usual sehingga perusahaan dapat menyusun semacam matriks atas pencapaian eksisting. Selanjutnya, yang harus dioptimalkan guna meraih tujuan pembangunan berkelanjutan.
Keselarasan antara pencapaian suatu tujuan pembangunan berkelanjutan dan proses bisnis inti saat ini menjadi kunci utama, yakni keberadaan sistem manajemen lingkungan yang memayungi kegiatan produksi barang dan jasa. Bagi perusahaan yang selama ini telah menjalankan aktivitas ekstra dalam format CSR (corporate social responsibility) seperti pemberdayaan masyarakat, matriks tadi dapat terus diperluas untuk mengidentifikasi tujuan SDGs berikutnya.
Tahapan-tahapan itu sejalan dengan sekuensial manajemen berkelanjutan perusahaan sebagaimana ditampilkan dalam susunan hierarki lima warna Proper. Jika dilakukan cascading atas kriteria di setiap warna Proper dengan indikator-indikator yang terdapat dalam 17 tujuan pembangunan berkelanjutan, akan diperoleh sejumlah irisan berhubung prinsip berkelanjutan antara Proper dan SDGs sudah sangat sejalan.
Agar meraih pencapaian SDGs dengan dampak signifikan, perusahaan dapat memfokuskan diri pada berbagai aktivitas yang memberikan keberartian tinggi. Misalnya, kegiatan pengembangan masyarakat didorong untuk meraih kemandirian dan bahkan kewirausahaan sosial yang masuk penilaian Proper kategori emas.
Kegiatan itu berkelindan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan ke-16 yang menyasar pada peningkatan masyarakat inklusif dan damai untuk pembangunan berkelanjutan, penyediaan akses terhadap keadilan bagi semua, dan pembangunan institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif.
Pada tingkatan ini pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dapat bersifat simultan dengan pencapaian tujuan lain, seperti penurunan kemiskinan, peningkatan gizi, peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan, kesetaraan gender, penyediaan air bersih, penyediaan energi berkelanjutan, dan terciptanya kemitraan dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan.
Itu dimungkinkan karena kegiatan pemberdayaan masyarakat (community development) pada level penciptaan social entrepreneurship didorong untuk mencapai multitujuan, yaitu penciptaan kemakmuran finansial (wealth creation) bagi masyarakat, misi pembaruan sosial pada struktur kemasyarakatan, serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk lebih mencintai lingkungan sekitar, termasuk lingkungan hidup.
Langkah selanjutnya ialah menautkan target dan capaian dengan indikator turunan pelaksanaan SDGs yang disusun pemerintah serta indikator yang berlaku secara internasional. Hal tersebut terutama relevan bagi perusahaan-perusahaan multinasional. (S4-25)
Comments
Post a Comment