Tribunnews.com/Youtube ILC, Kompas.com
Seorang Pilot Senior Menganalisis Dugaan Penyebab Pesawat Lion Air Jatuh
SURYA.co.id - Seorang mantan pilot senior, Stephanus G.S menganalisis dugaan penyebab pesawat Lion Air jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat pada Senin 29 Oktober 2018
Menurutnya, beberapa kecelakaan pesawat yang tragis beberapa tahun terakhir di Indonesia umumnya terjadi di pagi hari.
"Kalau kita flashback di GA 210, 6.50, pagi juga," ujarnya, dikutip dari TribunJabar.id, Rabu (31/10/2018)
"Kasus yang sebelum ini, Air Asia jam 5 pagi take off, jadi ada apa ini?," sambungnya.
Stephanus menuturkan, kecelakaan kerap terjadi sekitar pukul 06.00.
"Ini yang menjadi keprihatinan saya, berarti ada missing link di sini," imbuhnya.
Ia menduga, kesadaran dan kewaspadaan para kru mungkin berkurang.
Pasalnya, kru diharuskan bangun sejak pukul 3 pagi.
"Kru bangun jam 3 pagi. Jadi, kemungkinan apakah kepedulian pada situasi itu berkurang?
Kalau berkurang, mari kita sama-sama perbaiki sistem itu.
Minimum tidak terjadi kecelakaan di pagi hari," tandas Stephanus.
Dirinya lantas menanggapi posisi pesawat Lion Air yang sempat naik turun sebelum jatuh di perairan Karawang.
Baginya, ini adalah satu hal yang tidak masuk akal.
Kecepatan Lion Air yang jatuh kala itu membuat dirinya berpikir ada sesuatu yang tidak normal dan harus segera diatasi.
"Tetapi, ada sesuatu yang tidak masuk akal, yaitu kecepatannya 340.
Waduh, telinga aja kalau saya dengan speed 400 juga bisa mendengung.
Pastinya ada sesuatu yang tidak normal dan sesegera mungkin harus bisa diatasi," tegasnya.
Stephanus menduga kemungkinan besar ada semacam eror di penerbangan tersebut.
"Awareness dari pilot tersebut mungkin jadi," tandasnya
Sebelumnya, seorang pengamat penerbangan, Dudi Sudibyo menjelaskan dua kemungkinan penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT 610.
Ditemui di kantor Kompas Gramedia Majalah di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pengamat penerbangan, Dudi Sudibyo, memaparkan dua kemungkinan penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT 610
“Pertama karena sistem yang bermasalah, meski belum diketahui masalahnya apa, dan satu lagi mungkin teknis, yang berkaitan dengan mesin,” katanya.
Dudi menyakini bila dua faktor ini menjadi penyebab jatuhnya pesawat.
Sebab, sebelumnya pilot sempat ingin return to base alias kembali ke Soekartno-Hatta.
“Sebelum dia jatuh, pilot kasih tahu ke menara bahwa dia ingin RTB (return to base),” imbuh Dudi.
Sayangnya, ketika menara ATC ingin menanyakan lebih lanjut mengenai alasan ia ingin kembali, pesawat sudah terlanjur hilang kontak.
Dudi menyayangkan tidak ada orang atau saksi mata yang melihat bagaimana posisi pesawat terjatuh.
Jika mengetahui posisinya, maka dapat dianalisis lebih lanjut penyebab pasti pesawat jatuh.
"Sulit untuk mengetahui penyebabnya saat ini. Namun, dua hal ini (kesalahan sistem dan teknis) lah yang menjadi fokus saya," ujarnya.
Dudi menambahkan, kebenaran mengenai jatuhnya pesawat ini baru bisa diungkap apabila ditemukannya black box atau kotak hitam dari cockpit voice recorders (CVR), yang merupakan rekaman data penerbangan
Sebagai informasi, Black Box memang digunakan untuk merekam data penerbangan.
Biasanya Black Box akan merekam percakapan antara pilot dan Air Traffic Controller (ATC) alias menara pemandu lalu lintas udara.
Saking pentingnya, Black Box tak boleh absen menjadi bagian dari pesawat.
Comments
Post a Comment