Bagaimana caranya agar Hari AIDS tak sekadar jadi momentum untuk diingat (Foto: DKT Indonesia)
Jakarta - Momentum Hari AIDS acapkali kita diingatkan perihal deretan jumlah kasus HIV yang perlahan meningkat, pencegahan kurang maksimal, dan pengobatan yang masih harus terus dikawal.
Merujuk data dari Kementerian Kesehatan jumlah kasus HIV pada bulan April-Juni 2018 mengalami peningkatan dari 10.506 jadi 10.830 ribu orang.
Namun menurut dr Firman Santoso Sp.OG (onk) peningkatan kasus HIV/AIDS adalah ice berg fenomena, artinya estimasi jumlah kasus yang sebenarnya lebih banyak dari yang dilaporkan, banyak penderita tidak tahu jika dirinya terkena HIV/AIDS.
"Ada yang malu mencari pertolongan oleh karena stigma yang melekat kuat pada penyakit ini atau belum semua orang yg terdiagnosis HIV mendapatkan therapy Anti Retro Viral (ARV), masih tingginya anka putus obat ARV, masih terbatas nya fasilitas layanan kesehatan yg mampu melakukan layanan perawatan, dukungan dan pengobatan ARV, dan kurangnya Informasi mengenai apa itu HIV/AIDS terutama kepada kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi, semua ini turut berperan dalam meningkat nya case dari HIV/AIDS di Indonesia," papar Firman kepada Jurnas.com.
Alasan belum memulai pengobatan bisa disebabkan karena kurangnya informasi tentang konsekuensi yg serius dari HIV/AIDS, atau akses untuk mendapat kan obat ARV atau fasilitas kesehatan yang mampu memberikan layanan perawatan, dukungan, dan pengobatan ARV masih sangat kurang
Fakta yang mengejutkan lagi, selain bayi dalam kandungan, ibu rumah tangga adalah salah satu kelompok yang paling rentan terinfeksi HIV. Mengapa demikian?
"Hal ini disebabkan karena perilaku suami yang tidak bertanggung jawab, yanh melakukan multiple unprotected sex di luar pernikahan," ujar dr Firman.
Ibu rumah tangga tentu saja seringkali tidak mengetahui perilaku suami mereka di luar dan tentu saja ibu rumah tangga tidak mengenakan kondom ketika berhubungan dengan suami mereka.
Menurut Firman, usaha mencegah HIV/AIDS bukan jalan sendiri-sendiri, tapi tugas bersama memerintah dan masyarakat adalah meningkatkan penemuan kasus HIV melalui fasilitas kesehatan setempat yg mampu melakukan tes HIV secara akurat.
Selain itu memperbanyak jumlah fasilitas kesehatan yang dapat memberikan layanan therapy ARV sampai ke tingkat kecamatan, dan yg tak kalah pentingnya adalah mengurangi jumlah penderita HIV/AIDS yg putus obat ARV.
"Sayangnya, masih terdapat banyak kendala yang ditemukan di lapangan umumnya adalah kurang nya pengetahuan atau kesadaran dari penderita HIV/AIDS untuk dapat memeriksakan dirinya, dan setelah terbukti positiv untuk tetap dalam pengobatan ARV dan tidak putus obat atau lost follow-up," lanjutannya.
Tentu saja, paling dicatat ialah gaya hidup monogamous atau setia dan bertanggung jawab terhadap pasangan, safe protected sex, avoid to become drug addict dan mengembangkan gaya hidup yang sehat ditambah ketersediaan informasi yang luas mengenai konsekuensi dari HIV/AIDS bisa menjadi cara untuk menurunkan incidens dari penyakit ini.
Comments
Post a Comment