Tribun/Desi Triana
Sultan Hamengkubauwono X
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sri Sultan Hamengkubuwono bertambah usia pada hari ini, 2 April 2019.
Banyak ucapan datang hingga dari warganet dan mencapai trending topic di twitter.
Raja Sejak 1989
Bendara Raden Mas Herjuno Darpito atau Sri Sultan Hamengkubuwono X lahir di Yogyakarta, 2 April 1946 adalah raja Kasultanan Yogyakarta sejak tahun 1989 dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 1998.
Hamengkubuwono X lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito.
Setelah dewasa bergelar KGPH Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai putra mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram.
Hamengkubuwono X adalah seorang lulusan Fakultas Hukum UGM.
Ia sempat memimpin Keluarga Alumni Universitas Gajah Mada (Kagama).
Sultan Hamengkubuwana X bersama Permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Hemas pada upacara penobatan tanggal 7 Maret 1989 sebagai raja Kasultanan Yogyakarta.
Penobatan Hamengkubuwono X sebagai raja dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 1989 (Selasa Wage 19 Rajab 1921) dengan gelar resmi Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Papan pengumuman mengumumkan penobatan Hamengkubuwana X tanggal 7 Maret 1989 sebagai raja Kasultanan Yogyakarta yang baru.
Setelah Sabdaraja pertama yang diucapkan pada tanggal 30 April 2015, gelarnya Sultan kemudian berubah menjadi Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram Senopati-ing-Ngalaga Langgeng ing Bawana, Langgeng, Langgeng ing Tata Panatagama.
Hamengkubuwono X aktif dalam berbagai organisasi dan pernah memegang berbagai jabatan diantaranya adalah ketua umum Kadinda DIY, ketua DPD Golkar DIY, ketua KONI DIY, Dirut PT Punokawan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, Presiden Komisaris PG Madukismo, dan pada bulan Juli 1996 diangkat sebagai Ketua Tim Ahli Gubernur DIY.
Dirikan Nasdem
Pada 2010, bersama dengan Surya Paloh, Sri Sultan Hamengkubuwono X mencetuskan pendirian Nasional Demokrat.
Jadi Gubernur
Setelah Paku Alam VIII wafat, dan melalui beberapa perdebatan, pada 1998 ia ditetapkan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan masa jabatan 1998-2003.
Dalam masa jabatan ini Hamengkubuwono X tidak didampingi Wakil Gubernur.
Pada tahun 2003 ia ditetapkan lagi, setelah terjadi beberapa pro-kontra, sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa jabatan 2003-2008.
Kali ini ia didampingi Wakil Gubernur yaitu Paku Alam IX.
Sebagai Gubernur, ia tidak menguber penghargaan dan piagam pengakuan.
Menurutnya, peradaban kota memerlukan sentuhan kasih dan hati nurani,
"Kota kita tidak memerlukan kata pujian yang berlebihan. Dia hanya perlu sentuhan kasih dari hati nurani kita." (Kutipan dari Monumen Tapak Prestasi, Yogyakarta)
"Sudah semestinya keistimewaan Jogja adalah untuk Indonesia. Bahwa menjadi Jogja, adalah menjadi Indonesia"
Kalimat ini disampaikan dengan penuh penekanan oleh Gubernur DIY Sultan HB X dalam pembukaan Festival Kesenian Yogyakarta ke-29 di depan Gerbang Kantor Gubernur DIY Kepatihan, Yogyakarta.
"Menjadi Jogja, menjadi Indonesia", dimaknai bahwa karakter Jogja akan selalu menguatkan Indonesia.
Mahasiswa, seniman, akademisi, wisatawan, dan terutama masyarakat Jogja diharapkan terus membawa nilai-nilai ke-Jogja-an ke berbagai titik di Indonesia.
Nilai-nilai tersebut antara lain:
- 'Hamemayu Hayuning Bawono', yang menciptakan kenyamanan.
- 'Manunggaling kawula Gusti', yang mengajarkan ketauladanan.
- 'Golong gilig', yang mencerminkan gotong royong.
- 'Watak Satriya: Sawiji, Greget, Sengguh Ora Mingkuh' yang dimaknai sebagai jati diri yang kuat, tetapi tetap terbuka.[4]Gempa Jogja
Pada masa kepemimpinannya, Yogyakarta mengalami gempa bumi yang terjadi pada bulan Mei 2006 dengan skala 5,9 sampai dengan 6,2 Skala Richter yang menewaskan lebih dari 6000 orang dan melukai puluhan ribu orang lainnya.
Kiprah Nasional
"Kota kita tidak memerlukan kata pujian yang berlebihan. Dia hanya perlu sentuhan kasih dari hati nurani kita" - Kutipan dari Monumen Tapak Prestasi Hamengku Buwono X di Monumen Tapak Prestasi, Yogyakarta.
Pada peringatan hari ulang tahunnya yang ke-61 di Pagelaran Keraton 7 April 2007, Ia menegaskan tekadnya untuk mulai berkiprah di kancah nasional.
Ia akan menyumbangkan pemikiran dan tenaganya untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia.
Pada 27 Desember 2011, ia menerima gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) dari Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta.
Gelar tersebut karena kiprahnya dalam seni dan budaya, terutama seni pertunjukan tradisi dan kontemporer sejak 1989.
Sultan Hamengkubuwono menghadapi persoalan terkait penerusnya karena tidak memiliki putra.
Masalah ini mengemuka ketika terjadi pembahasan Raperda Istimewa tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur sampai Sultan HB X secara mendadak mengeluarkan Sabdatama pertama pada 6 Maret 2015.
Dalam UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta Pasal 18 ayat (1) huruf m disebutkan bahwa salah satu syarat menjadi gubernur DIY adalah "menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak;" yang dianggap hanya memberikan kesempatan kepada laki-laki untuk menjadi kandidat Sultan selanjutnya.
Pada akhirnya, Sultan memutuskan mengeluarkan Sabdaraja yang diucapkan pada tanggal 30 April 2015 dan Dhawuhraja pada tanggal 5 Mei 2015.
Sabdaraja tersebut menghasilkan keputusan mengenai pengubahan nama gelarnya menjadi Hamengkubawana, sedangkan Dhawuhraja menghasilkan keputusan mengangkat GKR Pembayun sebagai GKR Mangkubumi.
Namun kemudian, pada tanggal 3 Juli 2015 Sultan menarik kembali sabdaraja tersebut dan mencabut permohonan penggantian gelarnya di Pengadilan Negeri Yogyakarta, sehingga kini nama gelarnya kembali menjadi seperti semula.
Data diri:
Nama: Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengkubuwono X
Jabatan:
* Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta ke-3
Mulai menjabat: 3 Oktober 1998
Wakil: Paku Alam IX (2003–15)
Paku Alam X (2016–)
Pendahulu: Sri Paku Alam VIII
* Sultan Yogyakarta ke-10
Mulai menjabat: 7 Maret 1989
Pendahulu: Hamengkubuwono IX
Pengganti: GKR Mangkubumi
Informasi pribadi
Lahir: Kraton Yogyakarta, Indonesia, 2 April 1946
Pasangan: Ratu Hemas
Anak:
- GKR Mangkubumi
- Gusti Kanjeng Ratu Bendoro
- Gusti Kanjeng
- Ratu Bendoro
- GKR Condrokirono
- Maduretno
Makalah
(Indonesia) Menuju Indonesia Mulia Berbasis Keunggulan Budaya Nusantara
(Indonesia) HAMEMAYU, Filosofi yang Mendasari Strategi Kebudayaan Membangun Martabat Bangsa
(Indonesia) Revitalisasi Nasionalisme
Comments
Post a Comment