https://www.gettyimages.com/photos/self-harm
Orang mempunyai cara yang berbeda untuk melampiaskan emosinya. Bagi kebanyakan orang, tindakan melukai diri sendiri seperti melukai tangan dengan silet merupakan hal yang mengerikan. Akan tetapi sebagian orang justru menikmati tindakan tersebut sebagai hal yang dilakukan untuk melampiaskan emosinya. Tindakan melukai diri sendiri ini disebut dengan self-harm.
Apa itu self-harm?
Self-harm merupakan kelainan psikologis dimana seseorang dengan sengaja melukai dirinya sendiri bisa dengan cara melukai tangan dengan silet yang biasa disebut cutting, menjedotkan kepala ketembok. Self-harm dianggap sebagai bentuk pertahanan diri yang digunakan seseorang untuk mengatasi rasa sakit secara emosional, kekosongan diri. Kebanyakan anak muda yang melakukan self-harm ketika putus cinta, masalah keluarga, masalah pertemanan, dan yang paling terkenal adalah kasus bullying. Dengan melukai diri sendiri, mereka merasa bahwa sakitnya akan berkurang dan keadaan menjadi lebih baik padahal akan berdampak yang lebih buruk dimasa depan. Karena mereka menikmati tindakan tersebut, bisa mengakibatkan dilakukan secara berulang dan menyebabkan kecanduan.
Pendapat remaja tentang self-harm:
“Menurutku, self-harm itu bukan hal yang baik untuk dilakukan karena bisa berdampak ke diri sendiri maupun orang sekitar. Dampak ke diri sendirinya dengan melukai diri sendiri bisa ninggalin bekas yang membuat orang khawatir, dan dampak untuk orang sekitar adalah mereka orang yang gak toleran mungkin mereka akan ninggalin kamu.Tapi ada juga orang yang “supportive” terhadap self-harm. Kalo kamu berteman sama orang yang dukung self-harm, kamu harus jauhi orang itu. Karena kalo mereka temen pasti akan menolak keras terhadap hal negatif dan mereka akan sebisa mungkin bantu kamu supaya ngilangin rasa ingin self-harm tersebut.Ada ada juga yang pro karena mungkin mereka belom nemu “wadah” yang pas untuk ceritain hal yang mereka jalanin sehari2nya. Nah makanya kalo kalian ngeliat orang yang gampang stress/suka menyendiri kalian deketin dan kalian ajak ngomong biar kalian bisa menjadi “wadah” yang mereka butuhkan”- ungkap Rasyad Fadhlirrahman, 19 tahun.
Apa itu self-awareness?
Self-awareness berarti sadar akan kehadiran dan emosi yang dirasakan. Menjadi sadar diri berarti sadar akan keadaan yang sedang terjadi pada diri kita. Kebalikan dari kesadaran diri adalah mekanisme pertahanan psikologis yang mengusir rasa tidak aman di bawah sadar, ketakutan dan emosi dari kesadaran kita. Kesadaran diri memungkinkan kita untuk sadar tentang ketidakamanan, ketakutan, dan emosi. Self-awareness sangat penting untuk mengendalikan emosi agar saat kita mencapai titik rendah dalam hidup kita atau ketika ada masalah yang berat menghampiri kita, kita bisa melampiaskan dengan hal yang positif dan menjauhkan diri dari hal yang negatif.
Apakah self-harm dipengaruhi oleh kurangnya self-awareness?
Self-harm dan self-awareness jelas saling berhubungan, dengan kurangnya self-awareness kita akan kehilangan arah dalam diri kita. Ketika kita memiliki banyak masalah dari diri kita sisi gelap kita akan keluar dan dengan kurangnya self-awareness kita tidak bisa atau kurang baik untuk mengendalikannya. Kita akan cenderung melakukan hal bodoh yang seharusnya kita tidak lakukan, seperti self-harm. Self-harm dilakukan oleh mereka yang memiliki rasa kurangnya percaya diri, dan kurangnya pendidikan tentang nilai diri. Self-awareness memang sangat penting, ketika kita memiliki masalah atau menemukan kelemahan kita, kita bisa melakukan hal yang positif seperti introspeksi diri. Ketika kita baru mengalami patah hati atau masalah lainnya yang membuat diri kita terpukul, kita memerlukan kesadaran diri bahwa hidup akan terus berjalan, melakukan hal negatif seperti cutting, menjedotkan kepala, dan tindakan self-harm lainnya adalah tindakan yang tidak menyelesaikan masalah dan bahkan akan berdampak buruk di masa yang akan datang.
5 Tips menjauhi self-harm:
1. Carilah orang yang nyaman untuk diajak bicara. Jika belum melakukan self-harm dan sudah terpikir untuk melakukannya, carilah orang yang nyaman untuk diajak bicara seperti orang tua, sahabat, kekasih tetapi jika orang-orang tersebut dianggap tidak bisa dipercaya, carilah psikolog atau guru. Orang yang pergi ke psikolog bukan berarti orang yang memiliki gangguan kejiwaan saja, meski banyak orang yang beranggapan begitu tetapi sebenarnya psikolog bisa membantu menyelesaikan masalah yang ada sebelum terlambat!
2. Jangan membiarkan dirimu sendirian. Cari teman yang bisa menemani anda hanya sekedar untuk pergi ke tempat umum seperti ke mall ataupun ke kedai kopi. Teman merupakan orang yang paling berpengaruh didalam kehidupan, dengan pergi bersama teman atau sahabat akan membuat pikiran kita yang mengganggu akan mereda. Untuk meluapkan emosi bisa belanja ke mall, karaoke bersama, atau hanya sekedar nongkrong dengan menceritakan masalah yang sedang dihadapi.
3. Alihkan pikiranmu. Alihkan pikiran dengan menulis cerita, menulis lagu, mendengarkan lagu, membaca, dan traveling. Traveling memang cara paling ampuh untuk menghilangkan stress, mengapa? karena dengan traveling kita akan berhadapan langsung dengan alam yang baru, bertemu dengan orang baru dan lingkungan yang baru. Dengan traveling kita bisa mencoba hal baru seperti makanan baru dan tempat wisata baru yang belum pernah kita kunjungi sebelumnya.
4. Mengikuti kegiatan positif. Mengikuti kegiatan positif seperti mengikuti komunitas di sekolah atau kampus, dan komunitas diluar seperti ke panti, bermain dengan anak-anak kecil. Mengikuti komunitas juga akan menambah relasi kita dengan bertemu orang baru, pengalaman baru dan juga dapat membantu orang yang membutuhkan kita. Kita akan lebih menghargai hidup dengan melihat kehidupan orang lain yang memotivasi kita.
5. Berikan peringatan kepada diri sendiri. Katakan kepada diri sendiri bahwa menyakiti diri sendiri merupakan tindakan yang tidak tepat, dan juga akan menimbulkan dampak negatif di masa depan. Kita harus menyadari bahwa semua orang memiliki masalah dalam hidup, ketika kita mulai terjatuh kita harus berfikir bahwa orang lain saja bisa menjalaninya, kenapa kita tidak bisa?
Comments
Post a Comment